ANTROPOLOGI, KEBUDAYAAN, PENDIDIKAN
Antropologi adalah kajian
tentang manusia dan cara-cara hidup mereka. Antropologi mempunyai dua cabang
utama yaitu antropologi yang mengkaji evolusi fisik manusia dan adaftasinya
terhadap lingkungan yang berbeda-beda; dan antropologi budaya yang mengkaji
baik kebudayaan-kebudayaa yang masih ada maupun kebudayaan yang sudah punah,
secara umum antropologi budaya mencakup antropologi bahasa yang mengkaji
bentuk-bentuk bahasa; arkeologi yang mengkaji kebudayaan-kebudayaan yang sudah
punah, eteologi yang mengkaji kebudayaan yang hidup yang dapat diamati secara
langsung, pembahasan dalam makalah ini adalah hubungan pendidikan dengan
antropologi budaya dalam pengertian terakhir.
A.
Latar Belakang
Antropologi muncul sebagai ilmu yang lebih dari seabad
yang lalu ketika berkembang gagasan yang didorong oleh semangat explorasi,
arkeologi, geologi, dan lebih-lebih oleh kemunculan darwinisme.
Tokoh-tokoh pelopor antropologi
pada umumnya yang dikenal antara lain :
1.
EB. Taylor (1832-1917)
yang pertama membuat definisi kebudayaan : sebagai "kompleks keseluruhan
yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan dan lain-lain kecakapan dan
kebiasaan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat" (1958)
2. B.
Malinowski (1884-1942) yang melahirkan teori fungsional, Masyarakat dilihat
sebagai totalitas fungsional. Seluruh adat istiadat dan kebiasaan serta
praktik harus difahami dalam totalitas konteksnya dan dijelaskan dengan melihat fungsinya bagi anggota
masyarakat yang bersangkutan (1922).
3. Redcliffe-Brown
(1881-1995) yang melahirkan teori fungsionalisme struktural. Masyarakat beserta
struktur sosialnya dipandang
sebagai organisme yang sama dengan anatomi tubuh. Tubuh bisa sehat, tapi bisa
sakit oleh sebab-sebab tertentu.
Boleh jadi ada organ-organ tertentu yang terganggu fungsinya (1952).
4.
Claude Levi Strauss (
lahir 1908) pendiri teori strukturalisme dan penemu metode analisis unsur-unsur
kebudayaan dengan
metode kuliner. Suatu metode yang terdiri dari tiga jenis:
Mentah-dimasak-fermentasi (peragian). Untukmemahami sistem pemikiran pada
masyarakat pada cerita rakyat, dianalisis dengan sudut pandang oposisi biner
(lakilaki& ndash;perempuan,
matang-mentah, bumi-langit, atas-bawah dan sebagainya) (lih, Ivan Baal, 1970).
Meskipun antropologi merupakan cabang ilmu yang termuda
diantara ilmu-ilmu ssosial, antropologi telah melampui ilmu-ilmu sosial lainnya
dalam rentngan subjek metter dan metodologinya. Bila sarjana ilmu sosial lain
mengkaji aspek-aspek terntu dari kebudayaan, para antropolog berusaha
menghubungkan semua aspek itu terhadap kebudayaan sebagai suatu keseluruhan;
sementara sarjana ilmu sosial lainnya memusatkan perhatian kebudyaan maju dari
masyarakat industi (Barat) tertentu, antropolog berpaling kepengkajian semua
kebudayaan lampau dan sekarang, sederhana dan maju, bila sarjana sosial lain
membicarakan rentangan (stretches) tertentu dimasa lalu, antropolog mengkaji keseluruhan
sejarah umat manusia sebagai bidang kajiannya. Diatas semuanya, antropolog
menyadarkan kita akan keragaman kebudayaan umat manusia dan pengaruh yang dalam
dari pendidikan (cultural Conditioning) terhadap
prilaku dan kepribadian manusia.
B.
Pembahasan
1.
Makna Kebudayaan
Kebudayaan berarti semua cara hidup (Ways of Life) yang telah
diperkembangkan oleh anggota-anggota suatu masyarakat. Dengan Kebudayaan tertentu dimaksudkan
totalitas cara hidup yang dihayati oleh totalitas masyarakat tertentu, yang
terdiri dari cara berfikir, cara bertindak, dan cara merasa yang
dimanifestasikan, umpamanya dalam agama, hukum, bahasa, seni, dan
kebiasaan-kebiasaan, serta dalam budaya materi, seperti papan, sandang, dan
peralatan. Dari persefektif lain kita bisa memandang suatu kebudayaan sebagai
prilaku yang dpelajari dan dialami bersama (fikiran, tindakan dan perasaan)
dari suatu masyarakat tertentu termasuk artefak-artefaknya, dipelajari dalam
arti bahwa prilaku tersebut disampaikan (transmitted)
secara sosial, bukan diwariskan secara genetis, dialami bersama dalam arti
diperaktekan baik oleh seluruh anggota masyarakat atau beberapa kelompok dalam
suatu masyarakat.
Kebudayaan suatu masyarakat secara sederhana mencakup
cara tidur dan makan, cara mencuci dan berpakain, cara pergi bekerja.
Kebudayaan mencakup pula cara kiata bertindak juga dirumah dan ditempat kerja.
Demikian juga dengan bahasa yang kita pakai, nilai kepercayaan yang kita anut,
juga barang dan jasa yang kita beli dan cara kiata membelinya. Juga cara kita
menemuai teman dan orang asing, cara kita mengawasi anak-anak dan cara kita
bereaksi.
Membedakan antara
kebudayaan dengan masyarakat (society). Sebuah masyarakat adalah suatu penduduk
lokal yang bekerjasama dalam jangka waktu yang lama untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu; sebuah kebudayaan adalah cara hidup dari masyarakat
tersebut, atau hal-hal yang mereka fikirkan, rasakan, dan kerjakan seperti yang
dikatakan oleh F.Keesing: “secara sederhana dapat diungkapkan, kebudyaan
meletakkan fokusnya pada adat-adat kebiasaan suatu masyarakat; masyarakat
meletakkan fokusnya pada orang-orang yang meletakan adat kebiasaan itu”.
Kebanyakan masyakat-masyarakat yang besar bersifat multi budaya atau jamak.
Mereka cendrung pemuja beberapa atau banyak sub-budaya.
2.
Isi Kebudayaan
Gejala kebudayaan dapat ditata dalam sejumlah cara.
Gejala kebudayaan dapat diklasifikasikan, sebagai kegiatan-kegiatan yang
dipelajari dan dialami, seperti menjalankan mobil, berpacaran, pergi menonton
teater; gagasan yang dipelajari dan
dialami seperti kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sikap bermusuhan
terhadap komunisme; dan artefak yang
diperoleh dan dialami secara sosial, seperti mobil dan pencakar langit, gejala
kebudayaan boleh pula diklasifikasikan sbagai teknologi (alat-alat yang digunakan oleh sebuah kebudayaan untuk
memanipulasi dunia kebendaan), organisasi sosial (kegiatan-kegiatan
institusi-institusi yang terlibat dalam prilaku antara anggota-anggota satu
sama lain) dan idiologi (pengetahuan
kebudayaan, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan). Satu diantara klasifikasi
yang terbaik yang dikenal adalah pembagian tiga (triad) dari R.Linton, universals, spesialities dan alternatives.
Universals adalah apa saja yang merupakan pemikiran-pemikiran,
perbuatan-perbuatan, perasaan-perasaan dan artefak-atefak yang umu
dikenal/biasa bagi semua orang dewasa dalam suatu masyarakat. Kedalamannnya
tercakup antara lain bahasa, perumahan, hubungan kekerabatan, pakaian dan
berbagai kepercayaan dan nilai-nilai. Specialities adalah gejala-gejala yang
dihayati hanya oleh anggota-anggota kelompok sosial tertentu, seperti kelompok
kerja terampil dan golongan profesi. Dan alternatives adalah gejala-gejala yang
dihayati oleh individu tertentu seperti para pendeta-pendeta pelukis-pelukis
dan filosof-filosof.
Terminologi antropologi bagi tingkat penyatuan yang
dicapai oleh kebudayaan adalah integrasi.
Sebuah kebudyaaan adalah terintegrasii sedemikian rupa sehingga pola-pola
prilakunya saling dihubungkan. Makin terintegrasi suatu kebudayaan makin
bertalian satu sama lain. Makin kurang terintegrasi suatu kebudayaan, makin
banyak mereka berfungsi secara independent. Pola perilaku yang berhubungan juga
membentuk pola yang berkaiatan, atau sub-sistem, dalam total sitem budaya. Demikianlah,
pola prilaku belajar membaca, mengangkat tangan dalam kelas, memeriksa makalah,
dan belajar di LPTK semuanya termasuk
kepada sub sitem pendidikan.
3.
Sifat Kebudayaan
Kebudayaan bersifat organik
dan super organik. Dikatakan bersifat organik sebab ia berakar pada organ
manusia, karena tanpa manusia berbuat benda-benda tidak akan ada kebudayaan.
Dikatakan bersifat super organik, karena kebudayaan hidup terus melampui generasi
tertentu dan karena isinya lebih merupakan hasil karya manusia dari pada unsur
biologis.
Kebudyaan bersifat terlihat
(Overat) dan tersembunyi
(Covert). Terlihat dalam bentuk tindakan-tindakan dan benda-benda, seperti
rumah, pakain, bentuk pembicaraan yang dapat diamati secara langsung dan
tersembunyi dalam aspek seperti sikap dasar terhadap alam dan dunia mahluk
halus, yang mesti di inteprestasikan pengertiannya dari apa yang dikatakan dan
dilakukan anggota-anggotanya.
Kebudayaan ekspilsit
dan implisit. Kebudayaan ekspilit
terdiri dari semua cara bertindak, seperti cara mengendarai mobil, bercinta dan
bermain baseball, yang dapat tergambar secara langsung dari orang-orang yang
melaksanakannya. Kebudayaan implisit terdiri dari hal-hal tersebut tidak dapat
diterangkan. Umpamanya, semua orang waras dapat menggunakan bahasa budayannya,
tetapi sedikit yang dapat menjelaskan grammar dan sintaknya secara terinci.
Kebudayaan bersifat Ideal
dan manifes. Kebudyaabn ideal terdiri dari cara berbuat yang mereka yakini
harus dilakukan atau bagaimana mereka berkelakuan sesuai dengan kebudayaannya.
Kebudayaan manifes terdiri dari tindakan-tindakan aktual.
Kebudayaan bersifat stabil,
tetapi juga berobah. Logis,
sebenarnya masing-masing kualitas termasuk yang lainnya, perobahan hanya dapat
dikukur terhadap elemen-elemen yang relatif stabil, dan stabilitas terhadap
elemen-elemen budaya yang berobah cepat.
C.
Tujuan
Antropologi adalah kajian tentang manusia dan cara-cara
hidup mereka, dalam penjelasan diatas bahawa antropologi lebih banyak membahas
tenatang kebudayaan, dari segi makna, isi dan sifatnya. Sehingga dalam penulisan
makalah ini ingin mengenal lebih jauh keterkaitan antropologi dalam
mempengaruhi dunia pendidikan.
D. Pendidikan Dan Antropologi
1.
Pengertian
. Pendidikan mencakup
setiap proses, kecuali bersifat genetis, yang menolong membentuk fikiran,
karakter atau kapasitas fisik seseorang. Proses tersebut berlangsung seumur
hidup, karena kita harus mempelajari cara berfikir dan bertindak yang baru
dalam setiap perubahan besar dalam hidup
kita. Dalam arti sempit adalah penanaman pengetahuan, keterampilan dan sikap
pada masing-masing generasi dengan menggunakan perantara-perantara seperti
sekolah yang sengaja diciptakan untuk tujuan tersebut. Isitilah pendidikan
berarti disiplin ilmu (termasuk psikologi, sosiologi, sejarah, dan filosofi
pendidikan) yang subjeknya pendidikan dalam arti kedua diatas.
Sedangkan antropologi adalah
suatu ilmu yang memahami sifat-sifat semua jenis manusia secara lebih banyak, atau antropologi adalah kajian tentang manusia dan
cara-cara hidup mereka.
Antropologi sebagai suatu
disiplin ilmu yang amat luas cakupannya, maka tidak ada seorang ahli Antropologi
yang mampu menelaah
dan menguasai antropologi secara sempurna. Demikianlah maka antropologi
dipecah-pecah menjadi beberapa
bagian dan para ahli antropologi masing-masing mengkhususkan diri pada
spesialisasi sesuai dengan minat dan
kemampuanya untuk mendalami studi secara mendalam pada bagian-bagian tertentu
dalam antropologi. Dengan demikian, spesialsiasi
studi antropologi menjadi banyak, sesuai dengan perkembangan ahli-ahli
antropologi dalam mengarahkan
studinya untuk lebih memahami sifat-sifat dan hajat hidup manusia secara lebih
banyak. Dalam hubungan ini
ada antropologi ekonomi, antropologi politik, antropologi kebudayaan,
antropologi agama, antropologi pendidikan, antropologi perkotaan,
dan lain sebagainya. Grace de Raguna, seorang filsuf wanita di tahun 1941
menyampaikna pidatonya
dihadapan American Philosophical Association Eastern Division, bahwa
antropologi telah memberi lebih banyak
kejelasan tentang sifat manusia daripada semua pemikiran filsuf atau studi para
ilmuwan di laboratorium (Haviland,1988)
2.
Hubungan Dasar Pendidikan dengan Antropologi
Antropologi
Pendidikan apabila dihadirkan sebagai suatu materi kajian, maka yang dikaji
adalah penggunaan teori-teori dan
metode yang digunakan oleh para ahli antropologi serta pengetahuan yang
diperoleh khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia atau masyarakat.
Dengan demikian, kajian materi Antropologi Pendidikan, bukan berutujuan menghasilkan ahli-ahli
antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan
melalui perspektif
antropologi. Meskipun berkemungkinan ada yang menjadi ahli Antropologi
Pendidikan setelah memperoleh wawasan
pengetahuan dari mengkaji Antropologi Pendidikan
Nilai-nilai
budaya lama yang masih hidup ditengah masyarakat dan memberi manfaat bagi
kesejahteraan bersama seharusnya
tetap dipelihara dan tidak perlu buru-buru diganti sehingga menimbulkan
'culture shock' yang merugikan masyarakat.
Dalam hubungan ini kearifan lokal kiranya memang perlu digalakkan. Pada
masyarakat di tempat-tempat tertentu,
senantiasa ditemukan nilai-nilai budaya yang berharga dalam kehidupan bersama
tetapi oleh pengaruh budaya luar
nilai-nilai budaya lokal yang sesungguhnya banyak manfaatnya menjadi tergeser
dan akhirnya hilang.
Gotong royong. Pella gandong (Ambon),
Jum'at bersih (Lombok barat) adalah contoh-contoh nilai budaya lokal yang
seharusnya dipelihara
dan tidak tergeser oleh budaya luar
Setiap masyarakat telah menemukan bahwa penyampaian
kebudayaan mereka tidak dibiarkan terjadi secara kebetulan saja. Anggaplah
bahwa anak-anak menyerap kebudayaan ini dari berbagai pengalaman hidup sehari-hari,
namun assimilasi informal yang demikian tidak dapat menjamin bahwa anak-anak
menerima elemen-elemen budaya, yang tepat yang diyakini masyarakat seharusnya
yang mereka miliki, sekiranya mereka harus mengekalkan atau membaharui
kebudayaan tersebut. Oleh karena itu masyarakat mengawasi pendidikan dari
anggota-anggotanya. Semasa kanak-kanak setiap mereka dididik secara formal, walaupun tidak perlu
disebuah sekolah.
Pendidikan termasuk kedalam proses umum yang dikenal
sebagai enkulturasii pertumbuhan anak
diinisiasikan kedalam hidup dari masyarakatnya. Untuk mengetahui dinamika
inkulturasi, karena inkulturasi mempengaruhi pendidikan, kita harus menoleh ke antropologi.
Pendidikan merupakan hanya salah satu alat enkulturasi, pendidikan yang lain mencakup keluarga,
kelompok sebaya dan media massa masing-masing dengan nilai dan tujuan-tujuannya
sendiri. Demikianlah, walaupun pendidik mungkin ingin menanamkan kualitas
tertentu pada anak-anak, seperti berfikir bersih dan pertimbangan bebas, namun
pendidik terbatas kesanggupan berbuat demikian karena kenyataanya badan-badan lain mungkin
kadang berusaha memberi informasi, tetapi kebanyakan TV memberi hiburan,
sensai, iklan dan bujukan.
Pendidikan adalah untuk mengekalkan hasil-hasil prestasi
kebudayaan. Pendidikan pada dasarnya bersifat konservatif, namun sejauh
pendidikan bertugas menyiapkan pemuda-pemuda untuk menyesuaikan diri terhadap
kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan didalam dan diluar kebudayaan,
pendidikan telah merintis jalan untuk
perobahan kebutuhan kebudayaan.
Antropologi juga dapat memberi sumbangan kepada
pendidikan dengan cara mempelajari metode pendidikan kebudayaan-kebudayaan lain
baik yang sederhana maupun modern. Kajian lintas budaya mengenai pendidikan
akan memungkin para pendidik dari pengalaman kebudayaan-kebudayaan lain dan memiliki
sekolahnya sendiri lebih efektif. Kontribusi utama yang bisa diberikan
antropologi terhadap pendidikan ialah menghimpun sejumlah pengetahuan emperis
yang sudah diverifikasi dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang
berbeda-beda dalam lingkungan sosial budayanya.
Pada dasarnya antropologi mestilah merupakan sebuah
kajian sistemik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam persefektif
budaya, tetapi juga tentang asumsi-asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek
pendidikan. Umpamanya, umumnya antropolog yang bekerja dibidang pendidikan
menganggap bahwa sekolah merupakan bentuk institusi pendidikan yang paling
diingini.
E.
Kesimpulan
Dari penjelsan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa antropologi adalah
ilmu yang mengakaji tentang kebudayaan atau kebiasaan-kebiasaan yang
muncul yang menjadi cara hidup individu
atau kelomopok sosial dalam bermasyarakat diantaranya cara berfikir, cara
bertindak, dan cara merasa yang dimanisfestasikan dalam (agama, hukum, bahasa,
dan seni), dan kebiasaan-kebiasaan dalam budaya materi berupa papan, sandang
dan pangan.
Pendidikan yang mencakup setiap proses yang membentuk fikiran, karakter,
atau kafasitas fisik seseorang yang berlangsung seumur hidup. Hubungannya
anatara pendidikan dengan antropologi, yaitu bagaimana antropologi memberi
sumbangan kepada pendidikan dengan cara mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang
terdapat dalam masyarakat baik yang sederhana maupun modern.
DAFTAR PUSTAKA
Manan, Imron. 1989. Antropologi
Pendidikan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Jendral Pendidikan Tinggi.
Jakarta
Shomad, Abd. 2009. Antropologi Pendidikan Islam, (Online), (http://uin-suka.info/ejurnal/19.pdf, diakses 6 September, 2009)
0 komentar: