SARANA BERPIKIR ILMIAH
2.1 Sarana Berfikir Ilmiah
Untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya
sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelahaan ilmiah secara teratur dan
ceramat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang
bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tampa menguasain hal ini maka kegiatan
ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
Sarana
ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah
yang harus di tempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang
tertentu pula. Sebab sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai
suatu tujuan tertentu atau sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas
dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana
ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan
kumpulan pengetahuan yang didapatkan dengan metode ilmiah. Secara lebih tuntas sarana berpikir ilmiah
mempunai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuan ayng berbeda dengan
metode ilmiah.
Tujuan
mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan
ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah
kita sehari-hari dalam hal ini sarana berpikir ilmiah merupakan alat untuk
cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan
metode ilmiah. Secara sederhana, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi
metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik.
Penguasaan sarana berfikir ilmiah
ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa
menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. Sarana
merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau
dengan perkataan lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam
kaitan dengan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana befikir ilmiah ini dalam
proses pendidikan kita merupakan bidang studi tersendiri, artinya kita
mempelajari sarana berfikir ilmiah ini seperti mempelajari berbagai cabang
ilmu. Dalam hal ini, kita harus mempelajari dua hal, yaitu:
- Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah bukan merupakan ilmu pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Secara tuntas dapat dikatakan bahwa bahwa sarana berfikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan metode ilmiah.
- Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Lebih sederhana lagi, sarana berfikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bukan merupakan ilmu itu sendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika, statistika. Bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berfikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berfikir deduktif dan induktif. Matematika mempunyai pernanan yang penting dalam berfikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif
2.2 Bahasa
Pertama-tama bahasa dapat kita
cirikan serangkaian bunyi. Dalam hal ini kita mempergunakan bunyi sebagai alat
untuk berkomunikasi. Sebenarnya bukan hanya bunyi melainkan alat-alat yang umpamanya
dengan memakai berbagai isyarat.
Kedua bahasa merupakan lambang
dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Bahasa terus
berkembang karena disebabkan pengalaman dan pemikiran manusia yang juga
berkembang. Bahkan bahasa diperkaya oleh seluruh lapisan masyarakat yang
mengunakan bahasa tersebut. Seperti para ilmuwan, pendidik, ahli politik dan
anak-anak remaja. Adanya lambang-lambang ini memungkinkan manusia dapat
berfikir dan belajar dengan lebih baik.
Dengan bahasa bukan saja manusia dapat
berfikir secara teratur, namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia
pikirkan kepada orang lain. Tidak hanya itu saja, dengan bahasa kita dapat
mengekspresikan sikap dan perasaan kita. Dengan adanya bahasa maka manusia
hidup dalam dunia, yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang
dinyatakan dengan bahasa. Berbeda dengan binatang, maka manusia mengatur
pengalaman yang nyata ini dengan berorientasi kepada manusia simbolik. Bila
binatang hidup degan naluri mereka dan hidup dari waktu ke waktu berdasarkan
fluktuasi biologis dan psikologis mereka maka manusia mencoba menguasai semua
ini untuk mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas maka seseorang harus
menguasai tata bahasa yang baik. Hal ini berlaku baik bagi kegiatan ilmiah
maupun non ilmiah. Tata bahasa menurut Charlton Laird merupakan alat dalam
mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan arti dan
emosi dengan menggunakan aturan-atuaran tertentu. Penguasaan tata bahasa dengan
baik merupakan syarat mutlak bagi suatu komunikasi ilmiah yang benar.
2.3 Beberapa Kekurangan Bahasa
Kekurangan ini pada hakikatnya
terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi, yakni
sebagai sarana komunikasi emotif, efektif, dan simbolik. Dalam komunikasi
ilmiah kita ingin mempergunakan aspek simbolik saja dari ketiga fungsi tersebut
tadi, dimana kita ingin mengkomunikasikan informasi tanpa kaitan emotif dan
efektif. Dalam kenyataan hal ini tidak mungkin, bahasa verbal mau tidak mau
tetap mengandung ketiga unsur yang bersifat emotif, efektif dan simbolik.
Inilah salah satu kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah.
Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang
dikandung kata-kata yang membangun bahasa. Kekurangan yang ketiga konotasi yang
bersifat emosional seperti telah kita bicarakan pada bagian terdahulu.
Masalah bahasa ini menjadi bahan
pemikiran yang sungguh-sungguh dari para ahli filsafat modern. Kekacauan dalam
filsafat menurut Wittgensten disebabkan kebanyakan dari pernyataan dan
pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika
bahasa. Maka bahasa bukan saja merupakan alat berfilsafat dan berfikir namun
juga merupakan bahan dasar dan dalam hal tertentu merupakan hasil akhir dari filsafat.
2.4 Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang matematika bersifat artificial yang baru mempunyai arti setelah
sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati. Yang paling sukar untuk menjelaskan kepada
seseorang yang baru belajar matematika.
Matem`tika adalah bahasa yang telah
berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk, dan emosional dari bahasa
verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artificial dan individual
yang merupakan perjanjian kita.
2.5 Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain
dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Sifat
kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari
ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan
pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu
mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Pada dasarnya
matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya
prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.
2.6 Matematika Sarana Berfikir Edukatif
Deduktif adalah proses pengambilan
kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah
ditentukan. Contoh, untuk menghitung jumlah sudut dalam segitiga, kita
mendasarkan kepada premis bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut
yang dibentuk kedua garis tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis yang
kedua adalah bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah
180o.
Kedua premis ini kemudian diterapkan
dalam berfikir deduktif untuk menghitung jumlah sudut-sudut dalam sebuah
segitiga. Dalam hal ini kita melihat bahwa dalam segitiga (misalnya Segitiga
ABC) kalau kita tarik garis P melalui titik A yang sejajar dengan BC maka pada
titik A didapatkan 3 sudut yakni α1, α2, α3. Yang ketiga-tiganya membentuk
garis lurus, sedangkan berdasarkan premis kedua yang mengatakan bahwa jumlah
sudut dalam sebuah garis lurus adalah 180o. dengan demikian maka
secara deduktif dapat dibuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam sebuah segitiga
adalah 180o. Jadi dengan contoh diatas secara deduktif matematika
menemukan pengetahuan yang ditentukan pengetahuan yang baru berdasarkan
premis-premis yang tertentu, pengetahuan yang didapatkan secara deduktif ini
sungguh sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan.
2.7 Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya, maka
ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap sistematika, komparatif, dan
kuantitatif. Pada tahap sistematika, ilmu mulai menggolong-golongkan objek
empiris dalam kategori-kategori tertentu. Tahap yang kedua kita mulai melakukan
perbandingan antara objek yang satu dengan objek yang lain, kategori yang satu
dengan kategori yang lain dan seterusnya. Kita mulai mencari hubungan yang
didasarkan kepada perbandingan antara berbagai objek yang kita kaji. Tahap
selanjutnya adalah tahap kuantitatif dimana kita mencari hubungan sebab akibat
tidak lagi berdasarkan perbandingan malainkan berdasarkan pengukuran yang eksak
dari objek yang kita selidiki. Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang
dihadapi logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang
lebih sempurna. Dalam perspektif inilah maka logika berkembang menjadi
matematika. Matematika pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun
secara konsisten berdasarkan logika deduktif.
Giffits dan Howson (1974) membagi
sejarah perkembangan menjadi:
- Dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu matematika digunakan dalam perdagangan, pertanian, pembangunan dan usaha mengontrol alam seperti banjir.
- Perkembangan matematika terjadi di timur dimana pada sekitar tahun 1000 bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar.
2.8 Matematika dan Peradaban
Matematika dapat dikatakan sama
tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Sekitar 3500 tahun S.M. bangsa
Mesir Kuno telah mempunyai simbol yang melambangkan angka-angka. Para pendeta
mereka merupakan ahli matematika yang pertama yang melakukan pengukuran pasang
surutnya sungai Nil dan meramalkan timbulnya banjir seperti apa yang sekarang
kita lakukan di abad ke-20 di kota Metropolitan Jakarta.
Matematika tidak dapat dilepaskan
dari perkembangan peradaban manusia. Penduduk kota yang pertama adalah makhluk
yang berbicara kata lancelot hogben dan
penduduk kota kurun teknologi ini adalah makhluk yang berhitung yang
hidup dalam jaringan angka-angka.
2.9 Statistika
Konsep statistika sering dikaitkan
dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi
tertentu.Statistik merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan
induktif secara lebih seksama. Penarikan kesimpulan secara induktif
menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang
harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Suatu contoh, jika kita ingin mengetahui berapa
tinggi rata-rata umur 10 tahun di Indonesia? Untuk mengetahi persoalan ini
statistika memberikan sebuah jalan keluar yaitu dapat menarik kesimpulan yang
bersifat umum dengan jalan hanya mengamati sebagian dari populasi yang
bersangkutan. Jadi untuk mengatahuinya dapat dilakukan hanya dengan melakukan
pengukuran terhadap sebagain anak saja, tentu saja penarikan kesimpulan ini
ditarik berdasarkan contoh (sample) dari populasi yang bersangkutan. Yang perlu
kita garis bawahi bahwa asas statistika itu adalah makin banyak atau besar
contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian dari penarikan
kesimpulan itu. Dengan demikian ststistika mampu memberikan tingkat ketelitian
yang lebih kuantitatif dan akurat.
Bahan Bacaan
Soemarsono.
2004. Buku Ajar Filsafat Bahasa. Jakarta: PT Grasindo
Suriasumantri, Jujun
S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
0 komentar: