A.
Cabang
Filsafat Ilmu
Ruang lingkup filsafat ilmu dalam
bidang filsafat sebagai keseluruhan pada dasarnya mencakup dua pokok bahasan,
yaitu: pertama, membahas “sifat pengetahuan ilmiah”. Yang kedua, yaitu menelaah
“cara-cara mengusahakan pengetahuan ilmiah”. Pada pokok bahasan pertama,
filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi,
yang merupakan bidang kajian filsafat yang secara umum menyelidiki
syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengetahuan manusia. Pada pokok bahasan yang
kedua, yaitu terkait dengan pokok soal “cara-cara mengusahakan pengetahuan
ilmiah”, filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan dalam
hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan pengertiannya dengan
metodologi.
Pada dasarnya
filsafat ilmu hampir menjangkau seluruh ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
mempelajari filsafat ilmu tentu akan bermanfaat bagi ilmu apa saja. Filsafat
juga merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Secara garis besar filsafat
ilmu dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: filsafat sistematis dan sejarah
filsafat.
Filsafat
sistematis bertujuan dalam pembentukan dan pemberian landasan pemikiran.
Didalamnya meliputi logika, metodologi, epistemologi, filsafat ilmu, etika,
estetika metafisika, teologi, filsafat manusia, dan kelompok filsafat khusus
seperti filsafat sejarah, hukum, komunikasi dan lain-lain. Cabang-cabang
filsafat ilmu memang bermacam-macam, tergantung pembagian para ahli.
Berikut
merupakan pengertian dari cabang-cabang filsafat yang utama:
1.
Ontologi
Adalah cabang filsafat yang
membicarakan masalah ada (being) secara komprehensif. Ada dipertanyakan
terus-menerus, hingga manusia memperoleh jawaban berupa kebulatan makna.
2.
Epistemologi
Adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan.
3.
Aksiologi
Adalah cabang filsafat yang
mempelajari masalah kegunaan suatu fenomena yang ada. Ada itu diadakan dengan
cara tertentu, tentu ada gunanya.
4.
Etika
Adalah cabang filsafat yang
membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik
buruk. Biasanya etika merupakan bagian dari aksiologi. Namun, adakalanya etika
itu berdiri sendiri sebagai filsafat moral, yang mengatur ada itu harus ada.
5.
Estetika
Adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang keindahan tentang alam semesta.
6.
Metafisika
Adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang yang ada atau membicarakan sesuatu di sebalik yang tampak.
Persoalan metafisis dibedakan menjadi tiga: ontologi, kosmologi, dan
antropologi. Ketiganya memang sering tumpang tindih, hingga satu sama lain
saling isi-mengisi.
7.
Logika
Adalah cabang yang menyelidiki
lurus tidaknya pemikiran kita. Lapangan dalam logika adalah asas-asas yang
menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Dengan mempelajari logika
diharapkan dapat menerapkan asas bernalar sehingga dapat menarik kesimpulan
dengan tepat.
Berikut ini
beberapa pembagian filsafat menurut beberapa ahli dari zaman ke zaman, yaitu:
1. Alcuinus
merupakan seorang tokoh “Filsafat
Scholastik” pada zaman abad pertengahan membagi filsafat sebagai berikut:
a.
Bagian fisika yang menyelidiki apakah
sebab-sebabnya sesuatu itu ada.
b.
Bagian etika yang menentukan tata hidup.
c.
Bagian logika yang mencari dasar-dasar
untuk mengerti.
2. Al-Kindi
Seorang ahli pikir
dalam filsafat Islam membagi filsafat menjadi tiga bagian, yaitu: (a) Ilmu
fisika, tingkatan terendah. (b) Ilmu matematika, tingkatan tengah. (c) Ilmu
ketuhanan, tingkatan tertinggi.
3. M.J.
Langeveld, membagi filsafat dalam tiga lingkungan masalah, yaitu: (a) Lingkungan
masalah-masalah keadaan (metafisika, manusia dan lain-lain). (b) Lingkungan
masalah-masalah pengetahuan (teori pengetahuan, teori kebenaran, logika). (c) Lingkungan
masalah-masalah nilai (teori nilai, etika, estetika, yang bernilai berdasarkan
religi).
4. Albury
Castell, membagi ke dalam enam bagian sebagai berikut: (a) Masalah theologies.
(b) Masalah metafisika. (c) Masalah epistemologi. (d) Masalah etika. (e) Masalah
politik. (f) Masalah sejarah.
5. De
Vos, membagi filsafat ke dalam sembilan golongan, yaitu: (a) Logika. (b) Metafisika.
(c) Ajaran tentang ilmu pengetahuan. (d) Filsafat alam. (e) Filsafat
kebudayaan. (f) Filsafat sejarah. (g) Etika. (h) Estetika. (i) Antropologi.
6. Plato,
membedakan filsafat menjadi tiga bagian, yaitu: (a) Dialetika, tentang ide-ide
atau pengertian-pengertian umum. (b) Fisika, tentang dunia materiil. (c) Etika,
tentang kebaikan.
7. Aristoteles
membagi 4 cabang, yaitu: (a) Logika. (b) Filsafat teoritik. (c) Filsafat
praktis. (d) Filsafat poetika.
B. Metode Pemikiran
Filsafat Ilmu
Dipandang
dari sisi tujuannya, metode pemikiran filsafat ilmu dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Filsafat
ilmu spekulatif.
Filsafat ilmu spekulatif bertujuan
merefleksi dunia atau alam semesta secara menyeluruh, terutama terhdap makna,
tujuan, dan nilai yang meliputi:
a. Mencari
sesuatu yang terkandung dalam sesuatu yang ada untuk mencapai sesuatu yang ada
di balik yang ada itu, mencari maknanya, gunanya, dan nilai yang terkandung
pada benda, hal, dan kejadian-kejadian yang ada.
b. Untuk
menjangkau yang ada di balik fenomena, memahami latar belakang, maksdu, dan
tujuannya.
2. Filsafat
ilmu kritis.
Filsafat ini membahas tentang
pengertian-pengertian yang dipergunakan oleh ilmu pengetahuan dan
pengertian-pengertian atau konsep-konsep yang diapakai oleh ilmu pengetahuan,
serta membahas lambang-lambangb atau simbol-simbol. Kemudian, filsafat kritis
juga membahas tentang pengertian-pengertian yang dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari seperti pengertian baik dan buruk, jujur dan bohong, zalim dan
cinta kasih, senang dan dengki/ jahil, serta susah dan bahagia.
Kemudian, sebagai sebuah metode pemikiran, filsafat ilmu memiliki aneka
metode yang khas, yaitu:
1. Contemplative
(perenungan). Merenung adalah memikirkan sesuatu atau segala sesuatu, tanpa keharusan
adanya kontak langsung dengan objeknya, misalnya makana hidup, kebenaran,
keadilan, keindahan dan sebagainya.
2. Speculative.
Ini juga merupakan bagian dari perenungan/ merenung. Karena melalui perenungan
dengan pikiran yang tenang kritis, pikiran umum cenderung menganalisis,
menghubungkan antara masalah berulang-ulang sampai pada tujuan.
3. Deduktif.
Metode ini digunakan untuk mencari kebenaran hakiki.
Mengenai jumlah metode filsafat hampir sama
banyaknya dengan definisi dari para ahli dan filsuf sendiri karena metode ini
adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan coral
pandangan filsuf itu sendiri. Kemudian, penjelasan secara singkat metode-metode
filsafat yang khas adalah sebagai berikut:
1. Metode
kritis (Plato). Metode eini bersifat analisis istilah dan pendapat atau
aturan-aturan yang dikemukakan orang.
2. Metode
intuotif (Plotinus dan Bergson). Plotinus mengemukakan bahwa dengan jalan
metode intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan
membersihkan intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai
suatu penerangan pemikiran.Sedangkan Bergson dengan jalan pembauran antara
kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langusng mengenai kenyataan.
3. Metode
skolastik (Aristoteles dan Thomas Aquinas). Metide ini bersifat
sintesis-deduktif dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau
prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya ditarik kesimpulan-kesimpulan.
4. Metode
geometris (Rene Descartes). Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks dicapai
intuisi akan hakikat-hakikat sederhana, dari hakikat-hakikat tersebut
didedukasikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5. Metode
empiris (Hobbes, Locke, Berkeley, dan David Hume). Hanya pengalamanlah
menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam intropeksi
dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun bersama
secara geometris.
6. Metode
transendental (Immanuel Kant dan Neo Skolastik). Metode ini bertitik tolak dari
tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis diselidikinya syarat-syarat
apriori bagi pengertian demikian.
7. Metode
fenomenologis (Husserl). Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
tentang segala sesuatu yang menampakkan diri, atau yang membicarakan gejala.
8. Metode
dialektis (Hegel dan Mark). Dialektis itu diungkapkan sebagai tiga langkah
yaitu dua pengertian yang bertentangan kemduian didamaikan
(tesis-antitesis-sintesis).
9. Metode
non-positivistis. Kenyataan yang dipahami menurut hakikatnya dengan jalan
mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pda ilmu pengetahuan positif
(eksakta).
10. Metode
analitika bahasa (Wittgenstein). Metode ini dinilai cukup netral sebab tidak
sama sekali mengandalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya adalah semua
kesimpulan dan hasilnya senantiasa didasarkan kepada penelitian bahasa yang
logis.
Kemudian,
syarat keilmiahan yang harus ada pada setiap ilmu pengetahuan meliputi empat
hal, yaitu:
1. Berobjek.
2. Bermetode.
3. Bersistem.
4. Bersifat
universal.
C. Objek Filsafat Ilmu
Menurut Surajiyo (2013: 47) menjelaskan bahwa filsafat ilmu sebagaimana
halnya dengan bidang-bidang ilmu yang lain, juga memiliki objek material dan
objek formal tersendiri:
a)
Objek material filsafat ilmu;
Objek
material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau
objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. objek material filsafat ilmu adalah
ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara
sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara umum.
b)
Objek formal filsafat ilmu.
Objek formal
adalah sudut pandang darimana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek
formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat
ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan.
Problem-problem yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan,
yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
D. Ilmu Sebagai Kajian
Filsafat
Filsafat ilmu
adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digubakan oleh ilmu tertentu,
terhadap simbol-simbol yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang
sistem simbol yang digunakan. Dalam ilmu, metode yang diangkat biasanya
dinyatakan dengan istilah induktif, deduktif, hipotesis, data penemuan dan verifikasi.
Selanjutnya secara mendalam dinyatakan dengan istilah eksperimentasi,
pengukuran, klasifikasi, dan idealisasi. Berbagai istilah ini selalu menjadi
bagian pembahasan filsafat ilmu.
Wilayah garap
filsafat ilmu juga melakukan kritik (analisis kritis). Istilah ‘kritik’ sering
menimbulkan persoalan, karena konotasinya yang ‘seakan’ hanya mencari
kesalahan, padahal kritik juga bisa bermakna kajian kritis (kritisme), dalam
arti memahami duduk persoalan. Kritik meruakan sifat dasar filsafat. Maka dari
itu, filsafat ilmu tidak henti-hentinya melakukan kritik terhadap setiap ilmu
dan perkembangannya, terutama diarahkan pada adanya keselarahan pada empat
aspek, yaitu:
1. Ontologis
2. Epistemologis
3. Metafisika
4. Aksiologi
E. Fakta, Data, dan
Konfirmasi
Fakta menjadi embrio
sebuah konfirmasi. Fakta dan realita ada yang berpotensi menjadi data sebuah
penelitian ilmu. ketiga hal itu yang akan menjadi bahan konfirmasi sebuah
penelitian. Penelitian yang memanfaatkan konfirmasi jauh lebih terpercaya,
dibandingkan hanya dilandasi prediksi yang tidak jelas.
Fakta-fakta
mendorong lahirnya ide. Fakta merupakan pendorong ide keilmuan. Kemudian fakta
melandasi sebuah temuan. Temuan itulah yang melahirkan teori. Teori yang lahir
penuh dengan sederet pengalaman yang disebut konfirmasi. Jika konfirmasi itu
semakin jelas dan andal, itulah disebut data.
Konfirmasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Konfimasi
tradisional
Konfirmasi
tradisional dapat disebut justifikasi. justifikasi banyak digunakandengan
menunjuk bukti-bukti empirik yang dinyatakan cocok dengan ajaran-ajaran
tradisional. Cara tersebut dipakai untuk menunjukkan betapa hebatnya
ajaran-ajaran tradisional, betapa tingginya the highest wisdom of the ultimate.
2. Konfirmasi
ilmiah
Konfirmasi
ilmiah, terkait dengan derajat ilmiah suatu ilmu. keilmiahan suatu ilmu
membutuhkan konfirmasi ilmiah. Fungsi ilmiah adalah menjelaskan, memprediksi
proses dan produk yang akan datang, memberi pemaknaan atau pemahaman. Upaya
tersebut perlu diberangkatkan dari empiri. Apakah empiri tersebut direkam
secara benar. Menguji kebenaran rekaman empiri itulah tugas ketiga untuk
mencari kebenaran epistemologik.
FILSAFAT
DAN ILMU PENGETAHUAN
A.
Hakikat
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal dari bahasa Arab “alima,
ya’lamu, ‘ilman” yang berarti mengerti atau memahami. Dalam bahasa Inggris, ilmu berasal dari kata
science yang berasal dari bahasa latin scienta yang berarti mempelajari dan
mengetahui. Menurut Mulyadhi Kartanegara, sains lebih pada bidang-bidang fisik atau
duniawi, sedangkan ilmu melampaui pada bidang-bidang nonfisik seperti
metafisika. Menurut The Liang Gie, ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau
metode merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Menurut W. Atmojo, ilmu adalah pengetahuan
tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem berdasarkan metode-metode
tertentu di bidang pnegetahuan itu.
B.
Objek
Ilmu Pengetahuan
Objek penyelidikan dari ilmu yaitu objek materil dan
objek formal. Objek material adalah suatu hal yang menjadi sasaran penyelidikan
atau pemikiran sesuatu yang dipelajari baik konkret atu abstrak. Objek materil
konkret adalah objek yang dapat dilihat dan diraba sedangkan objek materil
abstrak misalnya nilai-nilai, ide-ide, paham, aliran, sikap, dan sebagainya.
Objek formal merupakan sudut pandang atau cara
memandang terhadap objek materil termasuk prinsip-prinsip yang menjadi objek
formal filsafat. Dengan melihat objek ilmu, maka keberadaan filsafat sangat
dekat dengan kita bahkan kia terlibat dalam tindakan berfilsafat itu sendiri.
Filsafat yang demikin itulah yang dimaksudkan dengan filsafat sebagai
(disiplin) ilmu.
C.
Kehadiran
Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan
Filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan.
Dapat dipahami bahwa pengetahuan pada mulanya hanya satu yaitu filsafat. Akan
tetapi, filsafat mempersoalkan kebenaran yang bersifat umum, abstrak, dan
universal, maka filsafat tidak mampu menjawab persolan hidup yang bersifat
konkret, praktis, dan pragmatis. Oleh karena itu, muncullah berbagai jenis ilmu
pnegetahuan khusus dengan objek studi yang berbeda-beda.
D.
Persyaratan
ilmu pengetahuan
C.AQadir menjelaskan tiga hal pokok yang menjadi
syarat ilmu pengetahuan yaitu:
1. Kenyataan
bahwa setiap manusia mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat dan
dipersoalkan untuk mencari ilmu.
2. Metode
ilmiah tidak hanya pengamatan atau eksperimental tapi juga teori dari
sistematis.
3. Semua
orang harus mengkui bahwa ilmu pengetahuan berguna berarti untuk individu dan
berarti untuk individu maupun sosial.
C.A.Qadir memberikan persyaratan ilmu pengetahuan
menurut perspektif islam yaitu:
1. Tentang
persamaan hak dalam mencari ilmu.
2. Berkenaan
dengan pengamatan atau ekperimen manusia yang menuntut manusia menafsirkan
fenomena dan menyusun teori atau kesimpulan.
3. Pentingnya
pengetahuan ilmiah dan kesahihannya.
Selain itu, Suparlanmengkategorikan ilmu pengetahuan
berdasakan objek, metode, sistem, dan kebenaran.
E.
Eksistensi
ilmu pengetahuan
1.
Objek
ilmu pengetahuan
Objek adalah sasaran pokok keilmuan baik materil
atau formal. Sasaran objek materilberupsuatu pemikiran atau penelitian.
Sedangkan yang terkandung didalamnya bisa berupa materiil atau nonmaterial.
Jad, tidak terbtaas pada realitas konkret atau abstrak.
Objek materiil dan nonmaterii merupakan substansi
yang tidak begitu mudah untuk diketahui. Karena secara kuantitatif berganda
atau berjenis, dan secara kualitatif beritngkat-tingkat. Objek formal merupakan
objek yang akan menjelaskan pentingnya arti, posisi dan fungsi objek didalam
ilmu pengetahuan. Menurut objek formalnya ilmu pengetahuan cenderung
berbeda-beda bentuk dan sifat. Ada kajian materinya berupa hal-hal fisik dan
ditinjau dari segi pandang kuantitatif, maka fisika tergolong kepada ilmu
pengetahuan alam dan kajian nonfisik seperti manusia dan masyarakat dari segi
pandang kualitatif dan tergolong ilmu pengetahuan sosial.
2.
Metode
Ilmu Pengetahuan
Metode merupakan cara-cara penyelidikan yang
bersifat keilmuan dan disebut metode ilmiah. Kata metode berasal dari bahasa
Yunani “methodos” yang berarti cara atau arah. Metode dapat diartikan cara
bertindak menurut atura tertentu dengan tujuan agar aktifitas dapat terlaksana
secara rasional dan terarah supaya mencapai hasil sebaik-baiknya.
Metode ilmiah yang digunakan mempunyai latar
belakang yaitu keterkaitannya dengan dengan tujuan dalam ruang lingkup ilmu
pengetahuan. Dengan latar belakang maka metode ilmiah cenderung berbeda-beda.
Cara kerja jenis metode ilmiah dengan melakukan analisis dan sintesis dengan pemikiran
induktif atau deduktf. Indukdi adalah suatu proses kegiatan penalaran yang
bertolak dari suatu bagian khusus ke umum sedangkan deduktif dari umum ke
khusus.
3.
Sistem
Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan
saling berhubungan satu sama lain secara fungsional dalam satu system. Adanya
system bagi ilmu pengetahuan diperukan agar lebih terarah dan konsisten dalam
mencapai tujuannya yaitu kebenaran ilmiah. Fungsi sistem bagi ilmu pengetahuan
adalah untuk mengarahkan agar konsisten dan mencapai tujuan kebenaran ilmiah
lebih dapat terjamin.
4.
Kebenaran
Ilmiah
Kebenaran ilmiah
adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma-norma
keilmuan. Kebenaran selalu dihubungkan dengan pengetahuan manusia mengenai
objek. Sedangkan pengetahua berasal dari banyak sumber yang berfungsi sebagai
ukuran kebenaran. Ada lima teori kebenaran sebagai berikut:
a. Kebenaran
koherensi
Suatu pernyataan dianggap benar
apabila pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan
sebelumnya.
b. Kebenaran
korespondensi
Suatu pernyataan dianggap benar
apabila marteri pengetahuan yang terkandung berkorespondensi dengan objek yang
maksud.
c. Kebenaran
pragmatis
Kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan menggunakan kriteria fungsional. Jadi, kebenaran menurut paham inibukan
kebenaran yang dilihat dari segi etik, baik atau buruk, namun kegunaanya.
d. Kebenaran
performatif
Kebenaran bukanlah kualitas atau
sifat, tetapi sebuah tindakan. Untuk menyatakan sesuatu itu benar maka cukuplah
melakuka tindakan konsesi terhadap gagasan yang telah dinyatakan.
e. Kebenaran
preposisi
Suatu pernyataan disebut benar
apabila sesuai denga persyaratan materiilnya suatu proposisi. Pada sumber lain,
bentuk kebenaran lain seperti kebenaran sintaksis yang mengacu kepada
keteraturan sintaksi atau grammatikayangm melekat.
0 komentar: