Tinjauan Filsafat Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi



Tinjauan Filsafat Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi:
“ Tradisi Lisan Sebagai Kekuatan Kultural Yang Kreatif, Program Pengembangan Penelitian Tradisi Lisan Di Indonesia (Pudentia MPSS)”
ISLA 5TH UNP 2016
A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang sempurna dibandingkan dengan mahkluk yang lainnya, karena ia tidak hanya diberi hawa natsu, seperti yang dimiliki oleh mahkluk lainya, namun juga dibekali dengan akal pikiran. Sehingga ia juga dikenal dengan istilah mahkluk yang berpikir (homo sapiens). Yang dengan-nya manusia mampu menjaga eksestensi ke-khalifahannya di pelanet bumi ini dan sekaligus bisa memeIihara serta memberdayakan mahkluk sekitarnya termasuk alam semesta yang telah Tuhan sediakan untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Akal pikiran menepatkan diri pada posisi yang strategis dan indepeden bagi mausia, karena dengan kekuatan posisinya mampu mengamati dan menalar segala fenomena alam yang ada untuk dijadikan sebagai bahan penelitian dan kajian, yang kemudian pada gilirannya bisa dimanfaatkan bagi kepentingan manusia itu sendiri.
Untuk menemukan sesuatu yang.bisa bermanfa’at bagi kehidupan, serta dalam upaya pemberdayakan akal pikirannya, manusia berusaha semaksimal mungkin menyingkap misteri yang terdapat pada alam sekitarnya tersebut dengan mencoba menganalisa dan menemukan kebenaran sesuatu yang ada itu dengan ilmu pengetahuan mereka, dan menggunakan pisau analisis ilmiah serta data empiris. Segala sesuatu yang ada, mesti harus dapat dipertanggungjawabkan keberadaanya secara ilmiah dengan mendasarkan pada argumentasi-argumentasi ilmiah, yaitu penjelasan yang logis dan pembuktian yang empirik. Untuk menjalankan proses tersebut filasat menawarkan tiga kosep dasar yang merupakan bang penyangga dari ilmu filsafat itu sendiri. Yaitu, ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dengan itu semua akan melahirkan ilmu pengetahuan, yang kemudian melalui interaksi budaya, manusia mampu mengembangkan ilmu tersebut.
Jadi jelaslah bahwa tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuan itu, akan seirama dengan tumbuh kembangnya peradaban umat manusia. Peradaban umat manusia, dimulai dengan kesadaran akan adanya Tuhan yang maha kuasa yang lalu mentumbuhkan ke-beragaman, dan diikuti dengan hasrat ingin tahu akan keberadaan dan proses terjadinya segala sesuatu di alam raya yang lalu melahirkan filsafat, yang merupakan induk yang melahirkan ilmu pengetahuan.
Melihat dari sebuah perjalanan sejarah, ilmu pengetahuan (sains) mengalami perkembangan dari pertumbuhan yang sangat drastis dari masa ke masa. Dari awal tunbuhnya sains sampai berkembangnya sains, para ilmuwan tak henti-hentinya berusaha ingin menemukan sesuatu yang baru dan selalu mencoba dan mencoba bagaimana ia mendapatkan sebuah sains yang belum pemah ada di zaman dahulu dan sekarang. Seiring dengan perkembangan ilmu tersebut, maka peran ontologi, epistimologi dan aksiologi senantiasa mewarnai ilmu tersebut.
B. Pembahasan
1.      Pengertian Tinjauan Filsafati: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia, termasuk masalah kehidupan dalam bidang pendidikan. Jawaban hasil pemikiran filsafat bersifat sistematis, integral, menyeluruh dan mendasar. Filsafat dalam mencari jawaban dilakukan dengan cara ilmiah, objektif, memberikan pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada akal budi manusia, demikian halnya untuk menjawab persoalan-persoalan manusia dalam bidang pendidikan, (Jalaludin, 2007: 125).
Pada prinsipnya filsafat menempatkan sesuatu berdasarkan kemampuan daya nalar manusia. Kebenaran dalam konteks filsafat adalah kebenaran yang tergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia. Kemampuan berpikir atau bernalar merupakan satu bentuk kegiatan akal manusia melalui pengetahuan yang diterima melalui panca indera, diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran.
Ada beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang ontologi, epistemologi dan aksiologi (Jalaludin, 2007: 126). Ontologi seringkali diidentifikasikan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama. Persoalan tentang ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam bidang filsafat, yang membahas tentang realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada sesuatu kebenaran. Realitas dalam ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada ini?; apakah realitas yang tampak ini sesuatu realita materi saja? Adakah sesuatu di balik realita itu? Apakah realitas ini terdiri dari satu bentuk unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau pluralisme? Dalam pendidikan, kegiatan membimbing anak untuk memahami realita dunia dan membina kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita merupakan stimulus menyelami kebenaran tahap pertama. Dengan demikian potensi berpikir kritis anak-anak untuk mengerti kebenaran telah dibina sejak awal oleh guru di sekolah atau pun oleh orangtua.di keluarga.
Epistemologi adalah nama lain dari logika material atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran manusia, yaitu pengetahuan. Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan, bagaimana mengetahui benda-benda. Pengetahuan ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Menurut epistemologi, setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia. Dengan demikian epistemologi ini membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakekat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
Aksiologi adalah bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai (nilai tindakan moral, nilai ekspresi keindahan dan nilai kehidupan sosio-politik) di dalam kehidupan manusia dan membinanya ke dalam kepribadian anak. Pertanyaan yang berkaitan dengan aksiologi adalah apakah yang baik atau bagus? (Muhammad Noor Syam, 1986 dalam Jalaludin, 2007: 84).
Dari ketiga teori kebenaran menurut pandangan filsafat yang telah diuraian di atas selanjutnya sebagai dasar untuk menganalisis persoalan manajemen pendidikan berbasis teori belajar sibernetik.
a)      Tinjauan Ontologi Tradisi Lisan Sebagai Kekuatan Kultural Yang Kreatif
Sebagai mana disebutkan diatas, dalam aspek ontologi dalam tradisi lisan sebagai kekuatan kultural yang kreatif adalah usaha sadar dari para peneliti budaya lisan tak benda dalam ekonomi kreatif. Tradisi lisan sebagai kekuatan kultural penting untuk dikembangkan dalam upaya menempatkannya sebagai (1) salah satu sumber pengetahuan untuk kajian kebudayaan dan kemasyarakatan  serta (2) sumber penting pembentukan karakter bangsa. Tradisi lisan merupakan salah satu unsur penting dalam warisan budaya yang ‘tanbendawi’ atau Intangiable Cultural Heritage (ICH).
Tradisi lisan tidak hanya mencakupi dongeng, legenda, mite, mantra, dan cerita lain seperti yang banyak diartikan orang. Pada dasarnya tradisi lisan mencakupi juga berbagai hal seperti kearifan tradisional, sistem nilai, pengetahuan tradisional, sistem kepercayaan dan religi, kaidah dan struktur sosial, sistem pengobatan, sejarah, hukum adat, upacara adat/ ritual, permainan tradisional, dan berbagai hasil seni. Berbagai hal tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui tuturan. Menurut pakar Folklor, James Danandjaja, tradisi lisan biasa disebutkan orang juga untuk mengatakan folklor, tetapi ia lebih memilih istilah folklor daripada istilah tradisi lisan. Folklor menurut Jan Harold Brunvand terbagi atas folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Menurut James Danandjaja,” folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun,  di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)” (Danandjaja,1991:1).  Dengan perkenalan mengenai istilah folklor yang demikian ini, tradisi lisan sering diartikan dengan terbatas seperti yang telah disebutkan di atas.
           Tradisi lisan sesungguhnya meliputi  ranah yang luas yang batasannya dapat diambil dari dua kata dasarnya, yaitu tradisi dan lisan. Tradisi dimaksudkan sebagai sesuatu yang sudah ada sejak lama dan menjadi milik sekaligus menandai  sebuah komunitas atau sekelompok masyarakat. Konsep “lisan” dapat diartikan dalam dua pengertian, yaitu ”lisan” yang terjemahan  bahasa Inggrisnya adalah “oral” dan yang dapat dioposisikan dengan “written” (tulisan) dan “literacy” (keberaksaraan). Lisan yang dimaksudkan di sini adalah “oral” yang berkaitan dengan “literacy” (kelisanan dan keberaksaraan).
Dengan memperhatikan cakupan materi yang meliputi berbagai hal tersebut, maka kajian tradisi lisan merupakan kajian multidisiplin,seperti bahasa, seni (termasuk di dalamnya sastra dan seni pertunjukan), sejarah, antropologi, religi, filasafat, hukum, pengetahuan dan teknologi tradisional.
b)     Tinjauan Epistemologis Tradisi Lisan Sebagai Kekuatan Kultural Yang Kreatif
Bagaimanakah tradisi lisan ini menjadi kekuatan kultural yang kreatif? Hal yang sangat penting dalam upaya menjaga tradisi lisan sebagai sumber pengetahuan pada masa sekarang dan akan datang adalah perubahan dalam sistem pewarisannya. Lembaga pendidikan mempunyai peran penting menyiapkan program konkret mengubah media pewarisan tradisi lisan tanpa meninggalkan hakikat tradisi lisan itu sendiri, yang tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya. Penting juga memperhatikan upaya pengembangan potensi, penyusunan langkah-langkah perlindungan termasuk perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual  kreatif.
  Untuk menghindari punahnya dan hilangnya sama sekali khasanah yang begitu bernilai, baik sebagai salah satu sumber pengetahuan maupun sebagai salah satu sumber pembentukan identitas dalam membangun peradaban dunia, tradisi lisan sebagai obyek/barang  langka perlu segera diteliti , didokumentasi, dan dikelola dengan pendekatan yang sesuai dengan hakekat tradisi lisan. Hasil penelitian diharapkan dapat turut memperlihatkan kepedulian dan penghargaan masyarakat akademis pada warisan budayanya dan  juga  memberikan banyak temuan dan masukan yang berguna bagi banyak pihak terkait.
Dalam kaitan tersebut, tradisi lisan itu dilihat sebagai suatu peristiwa budaya atau seperti yang dikatakan oleh Habsbawn (1976), peristiwa budaya yang tidak dapat dilepaskan dari perubahan budaya. Di Indonesia para pakar kebudayaan telah memberikan perhatian khusus dan berhasil membuat berbagai program dan proyek besar, antara lain:
1.      Investasi dan dokumentasi budaya dari berbagai daerah yang dikenal dengan nama proyek jalan cilacap no 4 pimpinan Budi Susanto
2.      Pada tahun 1990-an Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai meluncurkan proyek penelitian selama 5 tahun pesanan Bappenas mengenai potensi kekuatan budaya.
3.      Dikti meluncurkan program pengembangan kajian langka kajian tradisi lisan (yang biasa dikenal dengan nama KTI).
4.      Direktorat Jendaral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mempunyai program khusus yang disebut Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi.
5.      Lembaga pendidikan budaya dan seni budaya memiliki program studi khusus untuk pengenalan dan pengembangan seni tradisi.
c)      Tinjauan Aksiologi Tradisi Lisan Sebagai Kekuatan Kultural Yang Kreatif
 Dari semua hal yang disampaikan sangatlah penting kita memperhatikan bagaimana sebetulnya sebuah tradisi dapat melangsungkan hdupnya atau menuju pada kematiannya. Kekayaan budaya seperti tradisi lisan seharusnya dapat  dilindungi dan dikembangkan untuk kepentingan bangsa dan negara, khususnya sebagai sumber pembentukan karakter. Kegagalan dalam membangun karakter bangsa akan menciptakan krisis moral, identitas, dan etis.  Pengembangan dan perlindungan kekayaan budaya mempunyai arti penting dalam pembangunan masyarakat Indonesia ke depan. Kekayaan budaya tersebut meliputi kekayaan ’bendawi’ (Tangiable Cultural Heritage)dan kekayaan ’tanbendawi’ (Intangiable Cultural Heritage).
Kekayaan yang luar biasa yang dimiliki Indonesia sebagai Negara yang multikultur sejak terbentuknya seringkali tidak disadari oleh warganya sendiri. Berapa banyak yang mengetahui dan memahami warisan budaya (cultural heritage) dan warisan budaya yang intangiable yang kita miliki
C. Kesimpulan
Tinjauan ontologis tradisi lisan sebagai kekuatan kultural kreatif adalah usaha sadar dari para peneliti budaya lisan tak benda dalam ekonomi kreatif. Tradisi lisan sebagai kekuatan kultural penting untuk dikembangkan dalam upaya menempatkannya sebagai (1) salah satu sumber pengetahuan untuk kajian kebudayaan dan kemasyarakatan  serta (2) sumber penting pembentukan karakter bangsa.
Tinjauan epistimologi tradisi lisan sebagai kekuatan kultural kreatif adalah bagaimana tradisi lisan menjadi kekuatan kultural kreatif dari segi perubahan dalam sistem pewarisannya, Di Indonesia para pakar kebudayaan telah memberikan perhatian khusus dan berhasil membuat berbagai program dan proyek besar, antara lain: Investasi dan dokumentasi budaya dari berbagai daerah yang dikenal dengan nama proyek jalan cilacap no 4 pimpinan Budi Susanto. Pada tahun 1990-an Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai meluncurkan proyek penelitian selama 5 tahun pesanan Bappenas mengenai potensi kekuatan budaya. Dikti meluncurkan program pengembangan kajian langka kajian tradisi lisan (yang biasa dikenal dengan nama KTI). Direktorat Jendaral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mempunyai program khusus yang disebut Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi. Lembaga pendidikan budaya dan seni budaya memiliki program studi khusus untuk pengenalan dan pengembangan seni tradisi.
Tinjauan aksiologi tradisi lisan sebagai kekuatan kultural kreatif adalah Kekayaan budaya seperti tradisi lisan seharusnya dapat  dilindungi dan dikembangkan untuk kepentingan bangsa dan negara, khususnya sebagai sumber pembentukan karakter. Kegagalan dalam membangun karakter bangsa akan menciptakan krisis moral, identitas, dan etis.  Pengembangan dan perlindungan kekayaan budaya mempunyai arti penting dalam pembangunan masyarakat Indonesia ke depan.

Daftar Bacaan
Bakhtiar, Amsal.2011. Filsafat Ilmu.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Pudentia MPSS, Tradisi Lisan Sebagai Kekuatan Kulturan Kreataif, Program Pengembangan Penelitian Tradisi Lisan Di Indonesia. ISLA 5th FBS UNP.
Santoso, Heri dan Listiyono Santoso. 2003. Filsafat Ilmu Sosial. Yogyakarata : gama media.
Soemarsono. 2004. Buku Ajar Filsafat Bahasa. Jakarta: PT Grasindo
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

0 komentar: